Pages

Subscribe:

Pages

Kamis, 17 April 2014

Cerpen : GOL!!!!



GOL!!!!
“ARMAND....!!!!!”  Teriakan komentator bola itu memecah keheningan malam yang cerah ini. Jam dinding memang sudah menunjukan pukul 2 pagi. Namun, sebagian penduduk negeri ini masih terjaga demi menyaksikan laga ini.
Teriakan komentator itu benar-benar membawaku melintasi ruang memoriku. Kembali ke masa silam. Ketika aku dan armand pertama kali berkenalan. Teriakan komentator itu sama dengan teriakan ibunda Armand saat membangunkanya di pagi hari.
“ARMAND!!! Cepet bangun!! Liat bola terus semalaman, gak pernah belajar”  sama persis bukan? Suara ibu armand dengan komentator bola itu beda tipis. Setipis jarak antara rumah kita. Hanya dipisahkan satu lapis tembok bata.
Biasanya setelah terdengar suara itu, terdengar dari kamar armand ,yang temboknya menempel dengan kamarku, suara orang yang melenguh. Yap, benar, itu suara Armand.
Aku dan armand memang  tinggal dalam satu perumahan yang terkenal akan sepak bolanya. Ya, di dalam perumahanku terdapat 2  sekolah sepakbola yang bersaing sampai tingkat kota. Dan pemain-pemainya menjadi langganan dari liga pelajar tingkat provinsi.

Aku dan Armand juga memiliki persamaan, kami sama-sama menyukai sepakbola, kami sama-sama striker. Namun, kami juga memiliki banyak sekali perbedaan. Perbedaan kami yang membuat kami menjadi saling benci.
Dia seorang pendukung Real Madrid, sedangkan aku pendukung Barcelona. Jelas hal ini sering menimbulkan cekcok saat kami di kelas. Dia dengan sikap aroganya dan Aku dengan keras kepalaku selalu membuat teman-teman lain geleng kepala. Setiap jam istirahat, bertemu di kantin, dia dan anggota gengnya selalu mengejek klub kesayanganku itu.
            Pernah suatu ketika  aku mengajaknya berkelahi, karena saking sombongnya dia. Benar saja , kami berdua langsung digiring menghadap muka kepala sekolah kami yang galak. Yang aku bilang galak disini, bukan hanya membentak. Pukulan rotan dan dijemur di lapangan sudah menjadi hal yang wajar. Bahkan, terasa aneh jika sehari saja kami tidak melihat salah satu teman kami dijemur di lapangan.
           
 “Armand, umpan kepada Budi. Budi sendiri, kembali kepada Armand. Namun harus dihentikan oleh pemain belakang Jepang” Komentator kembali heboh dan jutaan rakyat Indonesia menghela nafas.

Nampak di layar Televisi. Armand, dengan sikapnya yang arogan, menatap tajam ke salah satu pemain dari negeri samurai biru itu. Seakan tak takut dengan ancaman kartu dan juga ejekan dari penonton di stadion Tokyo itu.

Begitulah Armand, tak kan berubah. Tetap dengan sikapnya yang arogan dan keras kepala. Sama sepertiku. Perkenalanku dan Armand sepertinya kurang baik . Jelas kami saling membenci. Posisi kami sama, jelas kami akan saling bersaing untuk menjadi yang terbaik di sekolah kami.

Aku ingat, pertandingan pertamaku denganya. Saat itu,  pertandingan antarkelas . Dan Kelasku yang menjadi bahan olokan harus melawan kelas Armand yang menjadi momok dari kejuaraan tengah semester itu.

Aku yang saat itu menjadi kapten dari teman-teman sekelasku, berusaha mati-matian agar gawangku tidak jebol terlebih dahulu. Namun apalah daya, kalah kualitas, kami kebobolan lebih dahulu lewat lesatan cantik Armand dari luar kotak penalti.

Aku membalas, lewat gocekanku, kuperdaya 3 Bek dan kipernya. Kedudukan menjadi imbang. Pertandingan memanas. Hujatan dan pujian datang dari suporter di luar lapangan. Membuat atmosfer dari pertandingan semakin memanas.

Hingga akhirnya, Aku mengakhiri pertandingan dengan kemenangan timku. Dengan umpan cantik dari Aris, kuperdaya lagi 2 bek . Lalu, dengan sedikit keajaiban, bola yang kutendang masuk menghujam jala dari kelas Armand. Bola itu seakan mencetuskan perang diantara kita.

Dan persaingan semakin panas setiap waktunya. Setiap timku bertanding melawan tim Armand, walaupun hanya pertandingan sepulang sekolah, lapangan ramai. Baik dari kelas X sampai kelas XII menonton pertandingan itu. Heboh, panas, seru. Kata-kata yang menggambarkan pertandinganku dengan Armand.

“Laga memasuki turun minum. Kedua tim sama kuat dengan skor 0-0 . kami akan kembali beberapa saat lagi” Komentator itu berpamit.

Paruh waktu turun minum. Adalah masa dimana kelanjutan pertandingan ditentukan.  Pelatih memberi motivasi kepada pemain. Motivasi bisa berupa dorongan ataupun cacian.

Pelatih tim SMA  kami, Pak Widodo, adalah orang yang paling pandai dalam memberi motivasi. Dalam menganalisa masalah dan menyelesaikanya saat itu juga. Beliaulah yang membuat SMA kami menjadi juara tingkat kota walaupun mengalami hambatan yang luar biasa.

Tertinggal 0-3 bukanlah hal yang diharapkan dari ratusan suporter yang sengaja diliburkan hanya untuk menyaksikan pertandingan final Liga Pelajar Indonesia tingkat kota antara SMA kami dengan SMAN 3 Mojoroto. Turun minum benar-benar dimanfaatkan oleh Pak Widodo untuk mengubah skema permainan kami.

“Maul, Armand. Apa posisi kalian?!!!” Bentaknya kepada kami

“Striker Pak” Kami ragu menjawab

“Apakah tugas striker itu?!!” Bentaknya lagi

“Mencetak Gol pak!” Jawab kami hampir bersamaan

“Kalian teralu egois! Armand tahu kalau Maul sedang kosong dan tidak dijaga, tapi kenapa tidak kamu beri umpan? Maul juga tau kalau sedang kosong, kenapa tidak meminta bola? Apakah itu tujuan dari kalian bertanding untuk tim ini? !! jika kalian ingin bermain individu, keluar dari Tim saya!!” Bentak Pak Widodo

Khotbah saat turun minum itu benar-benar membuat kami sadar betapa egoisnya kami saat itu. Dan bentakan itu pula yang membuat kami melupakan sejenak persaingan kami untuk mendapatkan tiket menjadi man of the match dan menjadi wakil dari sekolah kami untuk LPI tingkat provinsi.

“Maul, yang penting kemenangan tim kita!! Jika tim kita sudah terlihat menang, persaingan dilanjutkan!” Ujar Armand padaku sebelum kick off babak kedua.

Alhasil, Tim kami berhasil menjungkir balik tim lawan dengan skor 3-6 untuk kemenangan kami, dengan masing-masing aku dan armand mencetak 3 gol. Benar-benar luar biasa kekuatan kami jika digabungkan. Tak pernah ada yang menyangka. Dengan berakhirnya pertandingan, resmi sudah Aku dan Armand menjadi wakil dari SMAN 2 Mojoroto untuk ikut pelatihan LPI antar kota. Tentu saja, kami menjadi bintang lapangan.

“Pertandingan kembali dilanjutkan, Armand mengoper bola ,  kesalahan dilakukan oleh gelandang Timnas, serangan balik dari jepang. Dan Gol!!” Seakan dengan nada bersalah, komentator itu harus mengabarkan kepada jutaan rakyat Indonesia bahwa gawangnya kebobolan.
Tak apa, kebobolan lebih dulu bukan berarti kau akan kalah. Walaupun separuh lebih dari warga Indonesia telah mematikan Tvnya, aku masih setia menonton sahabatku ini.

Teringat saat kami mengalami pertengkaran hebat demi memperebutkan tiket ikut pelatihan Timnas. Saat itu, pelatih kami benar- benar bingung, memilih satu diantara kami berdua yang diikutkan Pelatihan Nasional.  Akhirnya dia memutuskan untuk memberikan kesempatan itu kepada striker  yang besok paling banyak mencetak gol.

Dalam perjalanan pulang dari latihan, kami saling diam. Aku tahu, dia sangat menginginkan ikut pelatihan itu.  Namun, aku juga tak akan mau kalah dalam hal ini. Aku sudah berlatih keras. Mengorbankan waktuku demi mencapai Timnas. Sebuah kebanggaan dan impian dari setiap pemain bola di negeri ini.

Malam itu di mess, aku memikirkan rencana, bagaimana agar Armand tidak bisa ikut pertandingan besok. Sebungkus obat tidur telah kusiapkan. Kularutkan dalam sebotol air putih. Kubawa botol itu ke tempat latihan di belakang mess. Dimana kulihat Armand sedang berlatih menggiring bola.

“maul? Sedang apa kamu?” tanyanya setelah beristirahat
“Gapapa, aku gak bisa tidur gara-gara denger kamu main bola” jawabku senyum
“Aduh maaf, aku nervous. Ini impianku sejak lama. Aku gak mau kehilangan waktu buat berlatih. Tapi maaf kalau aku mengganggu tidurmu” Katanya merasa bersalah.

Dia datang menghampiriku, membawa bolanya. Bola yang aku lihat sudah usang itu dipeluknya. Lalu dia duduk disebelahku, dan tidur terlentang memandang indahnya bintang malam itu.

“Kau tahu , Maul? Aku gak bisa membayangkan apa yang terjadi kalo di pertandingan itu, kita tidak berkerjasama. Dengan semangat kita, kita berhasil menekuk SMA 3 dengan skor 3-6. Bisa kau bayangkan betapa malunya Pak Widodo jika kalah dalam pertandingan itu?” katanya tertawa.

“Haha, iya, kita berkerja dengan baik. Kerjasama yang menenggelamkan tim kebanggaan kota Mojoroto” Kataku tersenyum sambil mengingat-ingat.

“Namun, hadiah terbaik bukanlah kemenangan itu , Ul” Katanya serius. “Hadiah terbaiknya adalah aku bisa berlatih bersama saingan terberatku.  Tak sadarkah kau, kita dulu bersaing dan sekarang menjadi bersahabat. Aku harap, hasil besok tidak akan mematahkan persahabatan kita. Biarlah cerita kita menginspirasi jutaan pemain bola yang menganggap bahwa saingan mereka harus dihancurkan. Kita sadarkan mereka, bahwa dengan adanya saingan, kita bisa berlatih jadi yang terbaik” lanjutnya semangat

Aku hanya termenung saat itu. kusembunyikan botol air mineral yang telah aku isi obat tidur. kubuang, dan aku berlatih bersama Armand sampai larut malam.

“Armand, dan Gollllll!!! Indonesia berhasil menyamakan kedudukan, gol dari Armand membuat Tokyo stadium menjadi hening” Komentator kembali semangat.

Armand mencentak Gol, tidak ada selebrasi, langsung kembali menuju tengah lapangan. Sepertinya dia telah lupa dengan kisah kami. Kisah kami di hari seleksi itu.

Aku dan Armand dalam satu tim. Keputusan pelatih tetap,akan mengajukan siapapun yang mencetak gol  lebih banyak.Aku mencetak gol lebih dulu. Lalu armand mencetak gol. Hingga turun minum kedudukan tetap 2-0. Kulihat raut wajahnya yang tegang di ruang ganti.

Babak kedua dimulai. Serangan yang gagal dari tim lawan dapat aku manfaatkan menjadi serangan balik dan aku konversi menjadi gol. Armand tampak khawatir. Namun, dengan serangan dari tim kami, Armand berhasil menyundul bola crossing dari Alex. Kedudukan 4-0 .

Mendekati menit akhir, aku berhasil memanfaatkan kesalahan lini tengah dari tim lawan, dan berlari. Kulihat di sisi kanan Armand juga berlari. Aku berusaha melewati kiper dan tinggal menceploskan bola ke gawang. Kulihat Armand, dia nampak tersenyum padaku. Seakan menyuruhku untuk segera mencetak angka.
“GOLLLLLL!!!!! Maul yang berhasil mengecoh kiper mengummpan bola kepada Armand. Dan Armand mengeksekusinya dengan baik” komentator radio lokal yang  menyiarkan pertandinganku berteriak.
Dengan begitu jalan Armand terbuka untuk melanjutkan mimpi di timnas. Hingga tampilah dia dalam laga kualifikasi piala dunia ini. Armand Menangis memelukku.
“terima Kasih” Katanya lirih tertutup air matanya. Aku tahu, dia jauh lebih baik daripada aku. Dan aku menaruh harapan padanya untuk membawa Timnas ke Piala Dunia.

Wasit meniupkan peluit akhir. Aku mematikan Televisi. Sudah bisa tertebak, apakah headline dan pemberitaan di Internet besok.  Dan aku tersenyum haru. Dua hal sudah menantiku besok hari di koran pagi. Yang pertama, headline besar bertuliskan
INDONESIA MELAJU KE PIALA DUNIA.
Dan yang kedua adalah foto Armand yang merayakan gol kedua dengan membuka baju dan menunjukan baju dalamnya yang bertuliskan :
“Special for Maul my bestfriend”

0 komentar:

Posting Komentar